Bagaimana Ulama Bersikap Jika Ada Perbedaan Hisab dan Rukyat?
Oleh: KH Zulfa Mustofa MY
Ketua Bidang Fatwa MUI Provinsi DKI Jakarta
Dalam persoalan penetapan awal Ramadhan, awal Syawal, dan awal Dzulhijjah,kerap terjadi perbedaan pendapat antara ahli hisab dengan ahli hisab, ahli hisab dengan ahli rukyat, atau ahli rukyat dengan ahli rukyat. Bahkan perbedaan ini juga terjadi pada ulil amri yang menetapkannya dalam sidang itsbat dengan ahli hisab atau dengan ahli rukyat. Lalu, bagaimana seharusnya ulama bersikap?
Saya merujuk kepada pendapat Imam Ibnu Hajar al-Haitami. Nama lengkapnya adalah Al-Imam al-Faqih al-Mujtahid Syihabuddin Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Hajar as-Salmunti al-Haitami al-Azhari al-Wa`ili as-Sa’di al-Makki al-Anshari asy-Syafi’i . Dia lahir di Mahallah Abi al-Haitam, Mesir bagian barat pada bulan Rajab 909 H dan wafat di Makkah pada bulan Rajab 973 H. Dia adalah seorang ulama di bidang fiqih mazhab Syafi’i, ahli kalam dan tasawuf yang menulis banyak kitab. Salah satunya adalah kitab Tuhfatul Muhtaj yang menjadi referensi tulisan ini.
Di dalam kitab Tuhfatul Muhtaj, Imam Ibnu Hajar al-Haitami menyatakan:
حفة المحتاج جزء ٣ صحيفة ٣٨٢ دار إحياء التراث العربي :
ووقع تردد لهؤلاء ( السبكي وتابعيه ) وغيرهم فيما لو دل الحساب على كذب الشاهد بالرؤية ، والذي يتجه منه أن الحساب : أن الحساب إن اتفق أهله على أن مقدماته قطعية وكان المخبرون منهم بذلك ( بالرؤية ) عدد التواتر ، ردت الشهادة . وإلا فلا . وهذا أولى من إطلاق السبكي إلغاء الشهادة إذا دل الحساب القطعي على استحالة الرؤية ، وإطلاق غيره ( اي غير السبكي كالرملي في نهاية المحتاج و الخطيب الشربيني في مغني المحتاج ) قبولها (اي قبول شهادة الرؤية بعدد التواتر مع الحساب القطعي على استحالة الرؤية ) .
Menurutnya, ada tiga madzhab ulama jika terjadi perbedaan prinsip antara hisab dan rukyat, yaitu: Pertama, madzhab atau pandangan Imam Subki yang berpendapat bahwa jika ada orang ( satu orang atau lebih ) mengaku melihat hilal, sementara ahli hisab dengan hisab qathi’ mengatakan mustahil hilal terlihat maka kesaksiaan orang yang melihat tertolak.Dengan kata lain Imam Subki menganggap ilmu hisab termasuk ilmu qathi’ yang terukur:
من العلوم المعيارية
Yang posisinya sangat penting dalam menentukan awal bulan.
Kedua, madzhab atau pandangan Imam Ramli dan al Syarbaini yang berpendapat bahwa jika ada orang ( satu atau lebih ) bersaksi melihat hilal sementara dalam hitungan ahli hisab mustahil atau sulit dilihat maka diterima kesaksiaan orang tersebut dalam melihat hilal Sementara Imam Ramli dan Syarbaini menganggap ilmu hisab bukan bagian ilmu pasti tapi bersifat tajriibi yang masih harus diuji lewat rukyat .
Ketiga, Imam Ibnu Hajar al-Haitami sendiri berpendapat harus ditafshil atau dirinci; jika dalam hisab qathi’ ( hisab hakiki ) dikatakan mustahil melihat hilal dan yang bersaksi melihat hilal hanya satu orang maka ditolak kesaksiaannya.Sebaliknya jika yang bersaksi melihat hilal orangnya mutawatir ( orang banyak yang mustahil berdusta ) sementara hisab yang digunakan adalah hisab taqribi ( bukan hisab qathi’ ) maka diterima kesaksiaan rukyat mereka akan hilal.
Lalu bagaimana jika ahli hisab dengan hisab hakiki sepakat bahwa hilal mustahil untuk bisa dirukyat, sementara ada sekelompok orang dalam jumlah mutawatir bersaksi melihat hilal? maka yang dimenangkan adalah pendapat imam Subki, walaupun peristiwa ini hampir tidak pernah terjadi. ***