Artikel 

Ridwan Saidi Pada M. Natsir: “Kenapa Bapa Ikut PRRI?”

CABE, Catetan Babe Ridwan Saidi

Jam 10.00 pagi itu di tahun 1975, sesuai janji,  saya (RS) sudah di Jl. Jawa, kini jadi Jl. HOS Tjokroaminoto, di kediaman bekas perdana menteri n ex Ketua Masyumi, M. Natsir (MN).

MN: “Saidi, sebut mana yang gatal, biar saya tahu mana yang mesti saya garuk.”

RS: “Bapa kenapa ikut PRRI?”

(M. Natsir terdiam sejenak, pandangannya dilempar ke Jl Jawa).

MN: “Saidi, setiap malam dua truk Pemuda Rakyat PKI kumpul depan rumah saya sambil treak-treak. Umi (Ny M.Natsir) setiap saat terima telepon gelap. Saya adukan ke Kejaksaan Agung, tak ada reaksi. Saya merasa Jakarta bukan tempat tinggal yang aman bagi saya dan keluarga. Saya pindah ke Padang. Ternyata di sana orang-orang sudah siap dengan ini (maksudnya PRRI). Sudahlah Saidi, itu masa lalu saya.”

RS: “Setelah pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia 1958, Sukarno serukan agar tokoh-tokoh PRRI keluar hutan; dan dijanjikan akan diberi amnesti dan abolisi. Tahunya ditangkap dan dipenjarakan bertahun-tahun tanpa pengadilan. Tapi bapa tak pernah menyatakan marah pada Sukarno, juga bapak tak pernah memakai kata-kata buruk untuk Sukarno. Kenapa, pak?”

MN:  “Saidi, ketika saya di Algemene Midelbarschool,  saat-saat libur saya suka dengarkan musik klasik Beethoven atau Bach.”

RS: “Maap, pak. Bapa bermain biola?”

MN: “Ya. Selain itu saya membaca novel Cyrano de Bergerac.” (Pandangan Natsir tertunduk, saya terasa terlempar jauh di lorong waktu mendengar nama-nama Beethoven, Bach, de Bergerac disebut Natsir, how come, I never heard before).

MN: “(lanjut) Politik juga soal perasaan, di zaman revolusi tak ada orang yang paling dekat dengan Sukarno, kecuali saya. (M.Natsir lalu menatap saya dengan dalam). Saidi, berpolitiklah, tapi tidak dengan dendam.”

Saya tinggalkan rumah M, Natsir dengan langkah gontai, seolah memikul beban berat. Sepertinya aku tak ada daya menerima amanat dari seorang yang dipandang sebagai tokoh dunia Islam dan pahlawan Nasional. :In sya Allah aku berusaha,” kata hatiku ketika jalan kaki sudah melintas bioskop Menteng.  *

 

Related posts

Leave a Comment