Tak kutemukan Lagi Sosok Subchan ZE, Santri Intelect
CABE, Catetan Babe Ridwan Saidi
Rumahnya di Jl Banyumas 4 Menteng. Tak jauh dari kantor PB HMI di Jl Diponegoro 16 yang kini sudah dilego oknum yang jenaka.
Itu zaman Orla berdendang, Sukarno larang lagu-lagu Rock n Roll yang ia sebut ngak ngik ngok. Subchan usia 32 tahun, jabatan Ketua IV PB NU. Ia popular. Aku dan teman-teman HMI ke rumahnya. Buat aku, itu kali pertama. Pas sampe, kami disuruh duduk. Ia tinggi besar, rambut kriting, wajah tampan, bersarung dan singletan. Ia ke meja gramophone dan putar plat Bill Haley Rock Around the cCock. Ngak ngik ngok. “ Mas, pan dilarang,” kataku. “Hey Ridwan, tanya mereka, pidananya mana?” jawab Subchan ZE.
Di zaman Orla itu, hubungan HMI-Subchan erat. Subchan sangat nguasai doktrin Marxisme dan aliran-alirannya. Pernah Subchan dan tokoh-tokoh politik diajak tinjau Kep Seribu dengan kapal oleh Sukarno. Subchan bercelana pendek dengan T-shirt saja. Papasan dengan Aidit di dek kapal. “Hey Sinyo,” kata Aidit menegur Subchan. “Hey Kamerad (sobat dlm Rusia), kok sampeyan berdasi? Ini Nekolim,” kata Subchan.
Digituin, kata orang Betawi, Aidit ngeleos.
Subchan macan yang berperan dalam terkam Orla. Zaman Orba Subchan jadi macan diskusi. Kerjaku cari “mangsa” untuk disantap Subchan.
Suatu hari, di tahun 1972 aku dimarahi Subchan. “Ridwan, carikan saya lawan diskusi yang imbang. You mengecewakan saya,” ujar Subchan.
Mas, Ali Murtopo, Selo Sumarjan, Umar Khayam, JB Sumarlin, semua Mas udah tekuk,” jawabku.
Subchan nyaut, “terserah kamu, cari Rid!”
“ Oke,” kataku, Desember HMI bikin acara di Stania, Mas Subchan hadapi Titiek Puspa.
“Yang benar kamu Rid,” ujar Subchan, menatapku seraya bola matanya menari-nari.
” Bener,” kataku. Subchan nunduk. Ia cerdas dan tentu paham maksudku.
Saat acara di Stania, suasana riang ria. Usai aku pidato, kemudian musik iringi Titiek Puspa. Subchan mendengarkan. Usai Mbak Titiek, kayak boleh diatur, Mbak request Mas Subchan bernyanyi. Hadirin bertepuk tangan. Aku tegang. Mas Subchan berdiri dan omong sebentar dengan grup musik. Subchan menyanyikan lagu Love Story , lebih indah dari Matt Monroe, penyanyi asli. Aku terkapar diterjang surprise tak terpermanai.
Usai acara, kuantar Subchan ke mobilnya. Ia duduk lalu buka jendela, Ridwan kashi tahu Nurcholish, jalan jangan kejauhan, nanti dia nggak bisa pulang. Mobilnya hilang di kegelapan malam. Aku terpana dengan kata-kata Subchan. Tahunya itu kata-kata dia terakhir padaku. Lalu kuingat Nurcholis Madjid yang tat kala ia Ketum HMI, aku Sekjen. Nurcholish Madjid kemudian menjadi pembaharu Islam.
Sebulan setelah Stania, pada Januari 1973, aku baca berita Subchan wafat dalam kecelakaan lalu lintas antar Mekah-Madina. Innalillahi. Tiada lagi “Subchan”. Never, never, never! *