Artikel 

Ridwan Saidi Pada Mr. Mohammad Roem: Kenapa KMB Harus 3 Bulan?

CABE, Catetan Babe Ridwan Saidi

Mr. Mohammad Roem*, Pak Roem, bercerita tentang seorang Belanda yang suka jalan pagi di sekitar Menteng bersama anak gadisnya. Sebut Si Noni. Noni kaget sekali saat suatu pagi jalan dengan papie (ayahnya) bertemu dengan seseorang yang juga lagi jalan pagi.

Papienya kasih groeten (hormat) pada tu bapak.

Noni: “Waarom  papie  groeten aan hem  (Kok hormat ke tu bapa sih?). Papie tak pernah lakukan ini pada siapa pun.”

Papie: “Hij ist Mr Roem, siapa pun orangnya harus hormati Roem!”

Pak Roem suatu kali minta saya datang ke rumahnya di Cik Ditiro, Menteng, Jakarta Pusat. “Kamu datang tapi duduk saja, tidak boleh bicara,” kata beliau kepada saya. Itu tahun 1974. Saya bingung, emang mo diapain saya ama Pak Roem?

Pada hari H saya datang, nggak lama, susul menyusul, datang ex tokoh Partai Katolik, IJ Kasimo; Muchtar Lubis; Kasman Singodimejo; AM Tambunan ex tokoh Parkindo; Yunan Nasution ex Sekjen Masyumi. Saya kaget, mereka akrab sekali, senda gurau tak hilang, walau arus utama bicara politik. Itulah komunitas politik 1950-an. Dibanding sekarang? Jawaban terpulang masing-masing.

Kali lain pak Roem Minta saya datang. Sebenarnya ini rutin. Saya berguru pada Mr. Mohammad Roem, M. Natsir,  dan Subchan ZE. Ke Mr. Roem saya biasa datang pagi. Jalan kaki dari kantor PB HMI.

Ridwan Saidi (RS):  “Pak, kenapa Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag 1949 harus tiga bulan? Lama sekali, Pak.”

Roem: “Ya. Kita merinci kerugian yang harus kita bayar pada Belanda.”

RS: “Kok begitu, Pak?”

Roem: “Jalan- jalan, pelabuhan yang mereka bangun, mereka minta ganti. Malah biaya yang mereka keluarkan dalam perang Aceh, Diponegoro, Pattimura, Sisingamangaraja mereka minta diganti juga. (Mr Roem tertunduk, lalu denga suara bergetar beliau lanjut). Saya katakan di KMB, Apakah saya harus keluarkan uang mengganti uang Tuan-Tuan yang Tuan-Tuan pakai untuk membeli peluru yang membunuh nenek moyang kami?”

Mr Mohammad Roem terdiam, saya menunduk, seraya saya berkata pada hati sendiri: Ternyata diplomasi itu tak mudah.**

*Mr. Mohammad Roem adalah seorang diplomat yang menjadi wakil Indonesia dalam  beberapa perundingan dengan Belanda, salah satunya Konferensi Meja Bundar (KMB).  Beliau adalah salah satu pemimpin Indonesia di perang kemerdekaan Indonesia. Selama massa kepemimpinan Presiden Soekarno, beliau menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri.

Related posts