Artikel 

Mengenal Dzikir dan Urgensinya

Oleh: Latif HATAM

 

Pengertian Dzikir

Dzikir berasal dari kata ذَكَرَ, yang memiki 2 arti yaitu: 1. Mengingat , mengingat, mengenang, merasakan dan menghayati. Alat untuk mengingat adalah qalbu. Dzikir dalam arti mengingat disebut juga dengan dzikir Khafi (samar) atau bisa disebut juga dengan dzikir Sirr (rahasia); 2. Menyebut. Cara menyebutkan tentu saja dilakukan dengan lisan. Dzikir jenis ini disebut juga dengan dzikir Jahri (nyata).

Pembagian di atas sebagaimana firman Allah Swt. di dalam al-Qur’an:” Dan rahasiakanlah (sirri) perkataanmu atau nyatakanlah (jahri); sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang bergejolak di dalam dada.”(Al Mulk : 13)

 

Dalil Dzikir

Di dalam Q.S. Ali Imran ayat 191 Allah Swt. berfirman yang artinya,”Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri dan duduk, dan dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi sambil berkata: “Ya Tuhan kami, Engkau tidak menciptakan ini dengan sia-sia! Maha Suci Engkau! Maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Dari dalil di atas maka jelas bahwa dzikir berbeda dengan pikir. Dzikir itu kepada Allah dengan menggunakan rasa dan kesadaran, bersifat transendental metafisik dan  impulsif ritmik.  Sedangkan pikir itu untuk fenomena alam dengan menggunakan indera dan logika, rasional empirik, dan bersifat algoritmik sistematik.

 

Macam-Macam Dzikir

Dzikir ada dua macam, yaitu dzikir jahar dan dzikir khafi. Dzikir jahar adalah dzikir yang disuarakan sedangkan dzikir khafi adalah dzikir yang tidak disuarakan (di dalam qalbu).
Urgensi dzikir.

 

Urgensi Dzikir

Bagi orang yang beriman, berdzikir adalah amalan yang tidak boleh ditinggalkan, karena hal ini merupakan perintah dari Allah Swt. sebagaimana dalam firman-Nya sebagai berikut yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (QS. al-Ahzab [33]: 41-42). Berdzikir kepada Allah Swt. hendaknya dilakukan kapan saja. Bagus sekali bila dilakukan seusai shalat, baik shalat fardhu maupun sunnah. Berdzikir juga dapat dilakukan pada waktu pagi dan petang, sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut di atas, atau silakan dilakukan pada waktu siang atau malam. Bahkan, dalam berdzikir ini kita diperintahkan untuk melakukan dengan sebanyak-banyaknya. Berkenaan dengan perintah untuk berdzikir dengan sebanyak-banyaknya ini, marilah kita renungkan firman Allah Swt. sebagai berikut: “…dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (QS. al-Anfaal [8]: 45).

Berdasarkan dalil di atas, jelas sudah bagi kita bahwa betapa penting berdzikir kepada Allah Swt. Bahkan, berdzikir ini erat kaitannya dengan iman. Sebagaimana Rasulullah saw.. telah bersabda:“Barang siapa tidak banyak menyebut Allah (berdzikir), maka dia sungguh terlepas dari iman.” (HR. Thabrani). Orang yang tidak banyak menyebut Allah, dalam hadits tersebut dikatakan telah terlepas dari iman. Menurut beberapa ulama, orang yang tidak banyak berdzikir dikatakan sebagai orang yang lemah imannya. Sedangkan dzikir yang paling utama adalah menyebut kalimat La Ilaha Illallah. Nabi saw. bersabda, “Dzikir yang pa­ling utama adalah ucapan La Ilaha Illallah.” (HR Al-Hakim).

Bolehnya dzikir dengan suara lantang. Dalilnya hadits pertama  yang terdapat di dalam Kitab Bukhari jilid 1: Dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Abbas ra., berkata:

Artinya :“Sesungguhnya meninggikan suara dalam berdzikir setelah manusia-manusia selesai dari sholat fardlu yang lima waktu benar-benar terjadi pada zaman Nabi saw. Saya (ibnu Abbas) mengetahui para sahabat selesai shalat jika saya mendengarnya (suara dzikir) .” Selanjutnya dalam hadits :“Suara yang keras dalam berdzikir bersama-sama pada waktu tertentu atau ba’da waktu sholat fardhu, akan berbekas dalam menyingkap hijab, menghasilkan nur dzikir” (HR. Bukhari).

Hadits kedua, dari Abu Hurairah ra., ia berkata Rasulullah saw. bersabda: “Allah berfirman; ‘Aku berada di dalam sangkaan hamba-Ku tentang diri-Ku, Aku menyertainya ketika dia menyebut-Ku, jika dia menyebut-Ku kepada dirinya, maka Aku menyebutnya kepda diri-Ku. Maka jika menyebut-tu di depan orang banyak, maka Aku akan menyebutnya di tempat yang lebihbaik daripada mereka. (HR. Bukhari). Penjelasan hadits ini, jika dikatakan menyebut ‘di depan orang banyak’, berarti dzikir tersebut dilakukan secara jahar.

 

Dalil Dzikir Berjama`ah

Salah satunya hadits yang diriwayatkan di dalam Al Mustadrak dan dianggap sahih, dari Jabir ra. berkata: “Rasulullah keluar menjumpai kami dan bersabda: ‘Wahai saudara-saudara, Allah memiliki malaikat yang pergi berkeliling dan berhenti di majlis-majlis dzikir di dunia. Maka penuhilah taman-taman syurga’. Mereka bertanya:’Dimanakah taman-taman syurga itu?’. Rasulullah menjawab: ‘Majlis-majlis dzikir.’ Kunjungilah dan hiburlah diri dengan dzikir kepada Allah” (HR. Al Badzar dan Al Hakim). Penjelasan hadits ini, bahwa dalam kalimat ‘malaikat yang pergi berkeliling dan berhentidi majlis dzikir di dunia’ maksudnya berarti dzikir dalam hal ini adalah dzikir jahar yang dilakukan manusia secara berjama`ah dalam satu tempat (majelis). Malaikat pun hanya mengetahui dzikir jahar dan tidak mampu mengetahui dzikir khafi. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw.: “Adapun dzikir yang tidak terdengar oleh malaikat yakni dzikir khofi atau dzikir dalam hati yakni dzikir yang memiliki keutamaan 70x lipat dari dzikir yangdiucapkan” (HR. Imam Baihaqi dalam Kitab Tanwirul Qulub hal.509). *

Related posts