Mengenang KH Abdul Rasyid AS
Oleh: Rakhmad Zailani Kiki
Peneliti dan Penulis Genealogi Intelektual Ulama Betawi
Hari Sabtu, 10 Juli 2021, umat Islam, khususnya masyarakat Betawi, kembali kehilangan ulamanya, yaitu KH Abdul Rasyid AS. Beliau adalah putra dari KH. Abdullah Syafi`ie, ulama Betawi terkemuka dan pendiri Perguruan As-Syafi‘iyah. Inisial AS yang melekat di belakang namanya adalah singkatan dan menunjukan bahwa beliau adalah anak dari KH. Abdullah Syafi`ie. Beliau lahir di Jakarta, 30 November 1942 sebagai putra keempat dari tujuh bersaudara dari pasangan K.H. Abdulllah Syafi’ie dan Hj. Roqayah.
Sejak kecil hingga dewasa, beliau banyak belajar agama di pendidikan tinggi Islam As-Syafi’iyah, milik ayahanda. Praktis, beliau banyak dididik langsung oleh sang ayah. Pada waktu-waktu tertentu, sang ayah kerap memanggil dan memerintahkannya untuk belajar kitab secara khusus. Biasanya kitab yang digunakan adalah kitab yang juga kerap digunakan habaib, An-Nasha’ih ad-Diniyyah, karya Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Gembelangan sang ayah, yang sangat intensif, serta disimplin yang tinggi, mempermudah Kiai Rasyid mempelajari ilmu agama.
Seiring bertambahnya usia dan ilmunya, beliau selalu mendampingi sang ayah dalam banyak kegiatan taklim dan dakwah, baik dalam kota, seperti di Masjid Jami’ Matraman, Masjid Al-Arif, Senen, Masjid Kebon Jeruk, Masjid An-Nur, Grogol, Masjid At-Taqwa, Pasar Minggu, Masjid Kalibata, Pasar Minggu, Tanjung Barat, menghadiri haul ke sejumlah daerah, seperti di Keramat Empang Bogor, Pekalongan, dan Tegal, maupun mengikuti rihlah dakwah sang ayah hingga ke mancanegara, seperti Singapura dan Malaysia.
Berbagai kesempatan yang dijalaninya bersama sang ayah menjadi kenangan amat berharga bagi KH Abdul Rasyid AS. Beliau merasa beruntung bisa mendampingi sang ayah. Mengikuti dakwahnya tentu meninggalkan kesan mendalam yang hingga kini menjadi bekal baginya dalam menapaki dunia dakwah seperti almarhum. Umumnya, saat mendampingi ayahnya, beliau memanfaatkannya dengan ikut belajar kepada para habib dan ulama besar lainnya yang hadir, bahkan kepada guru sang ayah sekalipun. Seperti kepada Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Habib Ali bin Husen Alatas Bungur, Habib Salim bin Ahmad Bin Jindan, dan Mufti Johor, Habib Alwi bin Thahir Al-Haddad. Menurutnya pengalaman ini begitu berharga, lantaran tidak semua orang, bahkan kiai sekalipun, bisa merasakannya. Sehingga pengetahuan dan pergaulannya begitu luas. Beliau masih mengingat salah satu pesannya yang insya Allah akan terus dilaksanakan tentang mengkaji kitab-kitab habaib. “Lazimkan olehmu membaca kitab-kitab.Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, karena di dalamnya terkandung cahaya,” kata KH Abdul Rasyid AS, mengenang ucapan sang ayah. Nasihat itu dirasakannya amat berguna baginya, yang kini juga aktif terjun ke dunia dakwah, seperti halnya ayahnya dulu.
Beliau kemudian menjadi salah satu penerus lembaga yang didirikan dan diasuh oleh KH Abdullah Syafi’ie, yaitu Asy-Syafi’iyyah., Di bawah kepemimpinannya, Asy-Syafi’iyyah semakin maju dan berkembang, bukan hanya di bidang pendidikan saja, tetapi juga di bidang bisnis media elektronik dan air mineral. Asy- Syafi’iyyah memiliki tiga radio dakwah: Radio Asy-Syafi’iyah, Radio Alaikassalam FM atau Ras FM, dan Radio Suara Pulo Air. Beliau juga mendirikan stasuin televisi berbasis komunitas di Sukabumi, yang diberinya nama “Assalam TV”. Selain itu, beliau juga membuka bisnis air mineral dalam kemasan yang bermerek “Pulo Air” untuk menopang biaya santri-santri yang kurang mampu di Asy-Syafi`iyyah.
Ayah tujuh orang anak hasil pernikahannya dengan Ustadzah Hj. Azizah binti Aziz ini juga aktif di berbagai organisasi keagamaan, seperti di MUI dan KISDI (Komite Internasionaluntuk Solidaritas Dunia Islam). Bahkan ketika di KISDI, organisasi yang anggotanya terdiri dari sejumlah organisasi Islam di Indonesia, beliau mendapat amanah sebagai ketua umum. Beliau juga aktif dalam berbagai organisasi Islam lainnya dan dikenal sebagai ulama yang kritis terhadap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di masa Gubernur Ahok dan juga kitis terhadap Pemerintah Pusat di era Jokowi sampai akhir hayatnya karena prinsip yang dipegangnya. Lahu Al-Faatihah! **