PKB dan Harakiri Politik, Sejarah yang Bisa Terulang
Rakhmad Zailani Kiki
Kepala Lembaga Peradaban Luhur (LPL)
Sebagai pemerhati sejarah, saya selalu berpegang kepada sebuah kalimat yang menjadi kredo buat saya dalam melihat sebuah peristiwa. Kalimat ini dalam bahasa Jawa: cokro manggiling, yang bermakna bahwa sejarah itu selalu berulang seperti roda yang berputar. Mirip dengan kalimat dalam bahasa Prancis: l’histoire se répète.
Dan bergabungnya PKB ke Nasdem untuk mengusung Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai capres dan cawapres menurut saya bisa menjadi cokro manggiling. Terlepas dari ideologi Partai Nasdem, Anies merupakan reprensentasi Islam modernis layaknya Masyumi yang menarik dan memiliiki massa pendukung dari kelompok Islam kanan sedangkan Cak Imin merupakan representasi Islam tradisional yang menarik dan memiliki massa pendukung dari kalangan Islam tradisional atau kaum Nahdliyyin.
Bergabungnya Cak Imin untuk menjadi cawapres Anies, yang jika tidak hati-hati, akan menjadi pengulangan sejarah NU saat berada di Partai Masyumi yang karena kecewa pada tahun 1952 NU keluar dari Partai Masyumi dan menjadi partai sendiri, Partai NU. Kekecewaan itu salah satunya dipicu oleh persoalan distribusi kekuasaan. Selama tiga kali pembagian kursi kabinet, NU selalu mendapat satu jatah, yaitu kursi menteri agama. Hal itu dapat dimaklumi karena NU memang miskin tenaga ahli yang terampil untuk memimpin suatu kementerian. Dan hanya menteri agama yang kiranya dapat diandalkan, karena NU merasa mempunyai tenaga untuk itu, karena itu dalam kabinet Wilopo tahun 1952 NU menghendaki agar kursi menteri agama tetap menjadi bagiannya. Tetapi sebagian besar anggota Masyumi tidak menyetujui hak itu, karena NU sudah tiga kali berturut-turut memegang jabatan menteri agama. Akhirnya melalui keputusan rapat keinginan NU ditolak dan memicu NU keluar dari Masyumi.
Jika Anies dan Cak Imin menang Pilpres 2024 dengan dukungan yang tidak penuh dari Nahdliyyin karena suara Nahdliyyin yang terpecah sedangkan yang mendukung dari pendukung Anies bulat dan sangat dominan, apa ada jaminan kelompok Anies mau memberikan banyak jatah menteri ke PKB? Dan apakah ada jaminan Cak Imin bisa berperan penuh sebagai wapres? Ini bisa jadi bunuh diri atau harakiri politik; cokro manggiling, sejarah pun bisa terulang. Semoga tidak terjadi. ***